Tata bahasa atau gramatika kerap diabaikan oleh penutur asli suatu bahasa, termasuk bahasa Indonesia. Hal itulah yang disoroti oleh Ivan Lanin, Direktur Utama Narabahasa, dalam Kelas Daring Praktis (KDP) Narabahasa bertajuk “Kiat Mahir Gramatika”.

“Ketika mempelajari bahasa, mau tidak mau, selain mempelajari kosakatanya, kita juga mempelajari strukturnya. Bahasa Indonesia juga memiliki struktur. Inilah yang kadang-kadang terlewat oleh penutur asli sebuah bahasa sewaktu mempelajarinya,” ujar Ivan membuka kelas yang diselenggarakan pada Selasa, 8 Maret 2022, itu.

Dalam paparannya, Ivan membahas empat tataran bahasa yang membentuk tata bahasa Indonesia, yakni wacana, paragraf, kalimat, dan kata. “Dari wacana–tataran bahasa yang paling tinggi–kemudian turun ke paragraf, kalimat, dan–terakhir–kata,” ujarnya.

Ivan menjelaskan, tataran wacana merupakan satuan bahasa terlengkap yang direalisasikan dalam bentuk ujaran atau tulisan utuh. Menurutnya, perancangan wacana perlu dilakukan sebelum mulai menulis atau berbicara. Tujuannya ditentukan terlebih dahulu. Bahan-bahan kemudian dicari untuk menyempurnakan tujuan itu.

“Kita perlu menentukan ide apa yang akan kita kembangkan. Setelah itu, kita menentukan siapa yang akan membaca tulisan atau mendengarkan paparan kita. Audiens perlu kita perhatikan. Terakhir, tentukan manfaat apa yang ingin kita berikan kepada orang yang membaca atau mendengarkan,” terang Ivan.

Setelah menentukan tujuan dan bahan, draf yang akan ditulis atau dibicarakan disusun. Terakhir, kata Ivan, penulis atau pembicara memastikan cara penyajiannya. Dalam merumuskan penyajian, media dan format mesti diperhatikan. “Ketika menyajikan wacana, kita memiliki pilihan untuk menentukan media apa yang akan kita pakai. Kemudian, kita memformat wacana menjadi bentuk yang rapi,” katanya.

Lebih lanjut, laras bahasa juga perlu diperhatikan saat menulis dan berbicara. Ivan menjelaskan, terdapat enam laras bahasa, yakni sastra, kreatif, jurnalistik, bisnis, ilmiah, dan hukum. “Laras bahasa yang paling lentur adalah laras bahasa sastra dan yang paling kaku adalah hukum,” kata Ivan. 

Adapun yang menjadi pembeda di antara enam laras bahasa tersebut adalah bentuk paragraf dan kalimat, pilihan kata, serta ejaannya. Contohnya, pada laras bahasa sastra dan kreatif, ejaannya tidak harus tertib. Sementara itu, pada laras jurnalistik, bisnis, ilmiah, dan hukum, ejaan yang tertib merupakan sebuah keharusan. 

“Ini dulu yang perlu teman-teman perhatikan sewaktu memulai menulis atau berbicara. Kita mau menulis atau berbicara dalam laras apa? Ini akan menentukan bagaimana cara kita membuat tulisan atau ujaran tersebut,” ujar Ivan.

Selanjutnya, pada pemaparan tentang tataran paragraf dan kalimat, Ivan memberi gambaran besar seputar jenis, pengembangan, dan keutuhan paragraf, serta jenis, perangkaian, dan keefektifan kalimat. Ivan menegaskan, hal yang menjadi fokus ketika membuat paragraf ialah keutuhan, sedangkan ketika membuat kalimat, fokusnya ialah keefektifan.

Pada sesi terakhir, Ivan menjelaskan tataran kata. Adapun fokus bahasan pada tataran ini ialah kelas, pembentukan, dan pemilihan kata. Tidak luput, Ivan juga merangkum kembali empat tataran bahasa yang telah ia jelaskan sebelumnya.

“Semoga teman-teman mendapat banyak ilmu baru dari paparan saya dan semoga teman-teman dapat memperbaiki tulisan dan bicaranya. Tanpa kemampuan berbahasa, sepintar apa pun kita, kita akan sulit menyebarkan gagasan kepada orang lain,” kata Ivan menutup kelas.

Penulis : Fath Putra Mulya
Penyunting : Harrits Rizqi