
Status “Adalah” dalam Kalimat
Ketika bersekolah pada tingkat dasar, seorang guru mengajari saya sebuah pola kalimat, yakni S-P-O-K (subjek, predikat, objek, dan keterangan). Dengan kapur hijau, pada papan hitam, guru itu menulis kalimat Ibu membeli baju di pasar. Ibu subjek, membeli predikat, baju objek, dan di pasar keterangan. Pola itu simpel. Mungkin Kerabat Nara juga familier dengannya.
Makin banyak waktu yang saya lewati, makin bertambah pengetahuan saya. Pada umur belasan, saya baru tahu bahwa objek memiliki “kembaran”, yaitu pelengkap (Pel). Jadi, kalimat tidak selalu berpola S-P-O-K, tetapi juga bisa S-P-Pel-K. Contohnya ialah Ia menjadi guru di sekolah itu. Guru pada kalimat itu bukan objek, melainkan pelengkap.
Karena sudah mengenal pola kalimat dan fungsi tiap komponennya, saya terkadang iseng mengidentifikasi beberapa kalimat, baik dalam novel, artikel jurnal, maupun berita. Dari identifikasi itu, saya mendapati pola-pola selain yang saya sebutkan, seperti S-P, P-S, K-S-P, dan S-P-Pel.
Identifikasi itu berhenti sejenak ketika saya bertemu kalimat Ia adalah pegawai baru. Saya bertanya-tanya. Apakah fungsi atau status adalah di sana? Apakah ia berstatus predikat? Jika iya, apa status frasa pegawai baru? Bukankah jika kalimat itu diubah menjadi Ia pegawai baru, frasa di belakang itu menjadi predikat? Lantas, apa, dong, status adalah?
Setelah menebak-nebak sendiri, tetapi tidak menemukan jawaban, saya membuka Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia, sebuah buku yang patut dirujuk untuk menemukan jawaban seputar kalimat. Penjelasan dari pertanyaan-pertanyaan di atas ternyata ada pada halaman ke-107 (Bab IV). Di sana disebutkan bahwa adalah merupakan verba perakit atau kopula. Verba tersebut dapat muncul di antara subjek dan predikat jika predikat itu bukan verba.
Selain adalah, apakah ada contoh lain dari verba perakit? Ada, Kerabat Nara. Ialah, merupakan, dan (men)jadi merupakan contoh lain dari verba itu. Lalu, mungkin Kerabat Nara bertanya, “Bukankah merupakan dan menjadi itu verba transitif?” Jawabannya bukan. Alasannya ialah kedua verba itu tidak dapat diubah menjadi bentuk pasif.
Kalimat dengan verba perakit itu punya nama, lo. Namanya kalimat ekuatif, yakni kalimat yang subjek dan predikatnya berupa nomina atau frasa nominal dan keduanya memiliki acuan yang sama, baik dengan maupun tanpa verba perakit.
Nah, sekarang kita tahu bahwa adalah berstatus sebagai verba perakit atau kopula. Kita juga tahu nama kalimat yang memuat verba itu. Semuanya sudah jelas. Yang belum jelas hanyalah hubunganmu dengan si dia.
Penulis: Harrits Rizqi
Penyunting: Dessy Irawan
Artikel & Berita Terbaru
- Dua Pekan Lagi Bulan Bahasa dan Sastra
- Griyaan Penulisan Wara Narabahasa untuk Kemenkeu
- Tabah ke-143 bersama Arianti, Harapan II Duta Bahasa 2023
- Bagaimana Anak Memperoleh Keterampilan Berbahasa?
- KDP Hadir Kembali: Kerinduan yang Sedikit Terobati
- Kreasi Konten Media Sosial Finalis Dubasnas 2024
- Menelisik Peran Nama pada Tempat melalui Kajian Toponimi
- Nilai Religius Ungkapan Kematian
- Ngapain?
- Nasib Jurnalisme Investigasi dalam RUU Penyiaran
- Aman Aja
- WIKOM BPOM 2024 bersama Narabahasa